Rekam24.com, Jakarta – Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menindak 196 warga negara asing (WNA) yang melanggar izin keimigrasian dalam Operasi Wirawaspada yang digelar selama tiga hari, 3–5 Oktober 2025, di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
Dari 229 WNA yang diperiksa, sebanyak 203 orang laki-laki dan 26 orang perempuan. Hasil pemeriksaan menunjukkan 196 orang di antaranya melakukan pelanggaran keimigrasian.
“Sebagian besar pelanggaran berupa penyalahgunaan izin tinggal, sebanyak 99 kasus atau sekitar 43,2% dari total pelanggaran,” ungkap Plt. Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, dalam keterangannya.
Selain itu, petugas juga menemukan 20 kasus overstay, 11 kasus investor fiktif, dan 9 kasus sponsor fiktif.
Baca Juga : Microsleep Berujung Petaka, Toyota Rush Terbakar di Tol Jagorawi KM 41
Negara dengan jumlah pelanggar terbanyak adalah Nigeria (82 orang) atau sekitar 35,8% dari total WNA yang terjaring, disusul India (28 orang) dan Spanyol (21 orang).
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Jakarta Selatan mencatat jumlah penindakan terbanyak, yaitu 65 WNA, diikuti Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Bekasi (27 WNA), serta Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta (26 WNA).
Operasi ini menjadi bagian dari rangkaian penegakan hukum keimigrasian yang dilakukan sepanjang tahun 2025. Sebelumnya, operasi serupa telah menjaring 312 WNA di Bali dan Maluku Utara.
Imigrasi juga menindak perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) fiktif yang menjadi penjamin WNA bermasalah. Di Batam, ditemukan 12 perusahaan PMA bermasalah, sementara di Bali, sebanyak 267 PMA dicabut Nomor Induk Berusaha (NIB)-nya karena tidak memenuhi komitmen investasi.
Dalam Operasi Wirawaspada Serentak Juli 2025, Imigrasi bahkan memeriksa 2.022 WNA di 2.098 titik pengawasan, dengan 294 orang di antaranya terindikasi melanggar aturan.
“Pengawasan ini memastikan hanya WNA berkualitas yang dapat tinggal dan berkegiatan di Indonesia. Kami tidak ingin masyarakat dirugikan oleh WNA yang melanggar aturan atau berpotensi mengganggu ketertiban dan kedaulatan negara,” tegas Yuldi.