Rekam24.com, Bogor – Gunung Pangrango terkenal dengan ketinggiannya yang mencapai 3.019 meter di atas permukaan laut. Selain itu gunung yang bersebelahan dengan Gunung Gede ini misterius karena sangat jarang pendaki yang bermalam di gunung ini. Dibalik berbagai kisah dibalik keberadaan Gunung Pangrango ternyata menyimpan kisah inspiratif. Siapakah orang pertama yang mendaki salah satu gunung tertinggi di pulau Jawa ini?
Dalam artikel maupun jurnal di Indonesia maupun Eropa tercatata sejumlah nama yang pernah mendaki Gunung Pangrango. Antara lain Franz Wilhelm Junghuhn, seorang naturalis dan geolog asal Jerman yang bekerja untuk pemerintah kolonial Belanda. Dalam penjelajahannya sekitar tahun 1839, Junghuhn terdorong oleh rasa ingin tahunya terhadap flora, fauna, dan bentang alam Pulau Jawa.
Ada lagi, C.G.C Reindwardt seorang ahli botani yang mencoba mendaki pada tahun 1819. Pendakian Reindwardt untuk melakukan penelitian flora dan fauna di wilayah Gunung Gede-Pangrango.
Baca Juga : Lalu Lintas Puncak-Gadog: Lebih dari 33 Ribu Kendaraan Melintas di Hari Natal
Banyak ditemukan tumbuhan unik yang ditemukan oleh Reinwardt salah satunya Edelweis jenis Jawa, ratusan jenis Anggrek dan Begonia Robusta. Sementara berbagai jenis fauna seperti Owa Jawa, Lutung Surili, Macan Tutul, Bajing Terbang, Elang Jawa, Walet Gunung dan ragam spesies lainnya.
Namun ada nama yang belum masuk daftar pendaki pertama Gunung Pangrango yaitu seorang tentara Kapten Michiel Ram dan seorang Kartografer Cornelis Coops atau yang dikenal sebagai Ram en Coops. Keduanya diketahui mendaki Gunung Pangrango sekitar tahun 1701 dalam rangka melaksanakan tugas perintah dari Willem van Outhoorn, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu.
Ram en Coops diperintahkan untuk memeriksa kondisi alam termasuk kondisi sungai-sungai yang hulunya berada di daerah pegunungan. Karena terdapat kerusakan lingkungan di muara sungai Ciliwung dan Cisadane setelah terjadi letusan Gunung Salak disertai gempa pada tahun 1699.
Baca Juga : Rekayasa Lalu Lintas di Simpang Gadog: Antisipasi Lonjakan Kendaraan Menuju Puncak saat Libur Natal
“Sedikit lebih jauh ke hulu, kami melewati sungai kecil bernama Jambu Lawak (Jambu Luwuk;sekarang)) dan tiba sekitar pukul 10 pagi di desa Serang (?), yang merupakan desa tertinggi dan terjauh yang kami kunjungi.”
Setelah menetap sementara, tim mengukur jarak gunung Pangrango di tenggara hingga selatan-tenggara, dan Gunung Salak di barat-barat daya dari posisinya. Tim melanjutkan perjalanan sekitar pukul 7 pagi tanpa menggunakan kuda beserta sebagian besar barang bawaan, karena medan yang sulit.
“Kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melintasi pegunungan yang terjal dan tinggi hingga mencapai Sungai Besar Batavia (Ciliwung), di mana sungai kecil Ci Esse (Ciesek) bermuara ke sungai tersebut.”
Perjalanan tim mulai disulitkan sekitar pukul 3 sore dengan menyurusi anak sungai Ciesek dan tiba di kaki Gunung Pangrango, di sebuah dataran yang diberi nama Pondok Alon-alon. Karena tim semua sangat kelelahan, maka diputuskan untuk bermalam di sana. Setelah berjalan lebih dari enam jam dan mendapati bahwa semua sungai serta anak sungai yang disebutkan sebelumnya airnya sangat jernih dan bersih tanpa sedikit pun kekeruhan.
“Kami mengirim beberapa orang Jawa untuk membuka jalan, yang kemudian kami susuri sekitar pukul 7 pagi. Jalan ini membawa kami menyusuri dan menaiki lereng yang curam hingga dekat dengan puncak Gunung Pangrango.”
Dalam catatannya, Ram en Coops menggambarkan perjalanan penuh tantangan yang ia hadapi. Mereka harus membuka jalur sendiri, menembus lebatnya hutan tropis yang dipenuhi satwa liar dan tumbuhan berduri.
Setelah dua jam perjalanan menyusuri lereng yang curam, rombongan Ram en Coops mencapai punggungan gunung. Yang didapati lebarnya hanya sekitar 18 hingga 12 kaki, dan di banyak tempat hanya selebar 4 hingga 5 kaki. Punggungan ini telah rusak parah oleh gempa bumi, penuh dengan retakan besar, dan terpisah-pisah dengan celah-celah yang dalam.
Kisah Ram en Coops bukan hanya cerita sebuah perjalanan atau ekpedisi ke alam yang tapaknya belum terjamah. Namun ternyata meletusnya Gunung Salak membuat dampak hingga Pangrango yang berdekatan dengan Sungai Ciliwung.
Kapten Michiel Ram dan seorang Kartografer Cornelis Coops layak berada di deretan nama pendaki Gunung Pangrango pertama kali selain Junghuhn dan Reinwardt. Buasnya kondisi alam Gunung Pangrango membuat gambaran betapa sulitnya mereka mendaki untuk melakukan sebuah penelitian dan observasi.
Sumber : Dagregister 9 November Ram en Coops dan berbagai sumber