Rekam24.com – Polres Bogor melaksanakan gelar perkara dalam kasus polisi tembak polisi yang menewaskan anggota Densus 88 Bripda Ignatius Dwi Frisco (20) atau Bripda IDF yang terjadi di Cikeas, Gunung Putri, Kabupaten Bogor pada Minggu, (23/7/23) lalu.
Dalam gelar perkara yang dilakukan, pihak kepolisian juga menghadirkan pihak Kompolnas, dan pihak keluarga pada Selasa (1/8/23) sore itu. Ditemukan sejumlah fakta baru dalam kasus tersebut
“Tersangka sempat mau melarikan diri keluar asrama, tapi berhasil ditangkap oleh rekan-rekannya,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan usai gelar perkara di Mako Polres Bogor, Cibinong Kabupaten Bogor, Selasa (1/8/23)
Kombes Surawan juga menjelaskan, Bripda IDF tewas tertembak akibat kelalaian rekan kerjanya yang saat itu tengah ‘memamerkan’ senjata api rakitan ilegal di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor.
Dalam kasus ini, dua anggota Polri dari Densus 88 Antiteror telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya yakni Bripda IMS dan Bripka IG.
Keduanya dinyatakan melanggar kode etik kategori pelanggaran berat serta tindak pidana Pasal 338 KUHP.
“Sedang kami dalami bagaimana tersangka akan melarikan diri,” ucapnya
Surawan menjelaskan dari fakta-fakta yang ada, peristiwa tersebut merupakan kelalaian yang dilakukan oleh tersangka sehingga mengakibatkan senjata api meletus dan mengenai Bripda IDF.
“Dari percakapan terakhir, tersangka itu mengeluarkan senjata dari dalam tasnya dan bilang ‘saya punya senjata’. Kemudian tak sengaja dia menarik pelatuk,” paparnya
Menurut dia, korban dan tersangka yang merupakan junior dan senior di Densus 88 Antiteror Polri diketahui saling berhubungan baik.
“Tidak ada kesengajaan. Mungkin dia lupa SOP senjata dimasukkan dalam tas, tapi sudah terkokang,” jelasnya
Tersangka Bripda IMS dijerat Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951, sedangkan tersangka Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 juncto Pasal 56 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
“Kedua tersangka terancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun,” tutup Surawan
Ditempat yang sama, Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Benny Jozua Mamoto menuturkan, gelar perkara dalam kasus tersebut lebih menekankan fakta-fakta yang terungkap.
Ia menyebut, pendekatan pemeriksaan menggunakan sincitivice crime investigation yang dimulai dari keterangan para saksi dan tersangka, kemudian disinkronkan dengan bukti-bukti jejak digital.
“Jadi bagaimana keterangan saksi, keterangan tersangka, bukti cctv, bukti percakapan handphone saksi maupun tersangka, itu dicocokkan,” jelasnya
Ia juga mengungkapkan bahwa penerapan pasal untuk setiap rangkaian peristiwa. Mulai dari awal komunikasi, pertemuan, hingga kejadian, akan ada dikoordinasikan dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Kompolnas sudah menyampaikan rekomendasi berkaitan dengan menyimpan, membawa, dan menggunakan senjata api yang dirangkum dari penelitian yang dilakukan ke Polda-Polda,” katanya
Sementara itu, pihak keluarga Bripda IDF yang hadir dalam gelar perkara tersebut meminta agar kasus tersebut dapat diusut tuntas dan juga transparan
“Kami mohon kasus ini nanti dapat transparan. Dapat kami dengarkan hasil akhir dari kasus yang dialami oleh anak kami,” ujar ayah Bripda IDF, Y Pandi