Rekam24.com – Praktisi hukum, Deolipa Yumara mendesak pihak rektorat kampus Universitas Indonesia (UI) untuk transparan, terkait proses investigasi gelar doktor Menteri ESDM Bahlil Lahadalia
Deolipa mensinyalir ada dugaan gratifikasi terkait gelar tersebut. Beberapa kejanggalan di antaranya adalah soal nilai cumlaude yang tak sesuai dengan masa pendidikan, hingga adanya dugaan pencatutan data.
“Kalau dugaan (gratifikasi) seperti ini, apalagi tiba-tiba cumlaude ya, ini dugaan gratifikasi ini ada. Apalagi mereka yang kemudian mempromosikan diduga adalah orang dekatnya si Bahlil,” ujarnya saat dikonfirmasi awak media pada Selasa, 17 Desember 2024.
Baca Juga : Ular Sanca 3 Meter Ditemukan di Cifor Residence, Bogor Barat, Berhasil Diamankan dalam 15 Menit
“Jadi, dugaan gratifikasi ini kita duga ada, tapi kita nggak tahu sejauh mana proses gratifikasi ini berlangsung, makanya kita kejar nih para pihak yang melakukan promosi tersebut,” sambungnya.
Menurut Deolipa, penangguhan gelar doktor terhadap yang bersangkutan perlu diakhiri sanksi tegas.
“Paling tidak diganti jadi doktor biasa atau dibatalkan, walaupun nanti kemudian akan mencoreng nama baik UI juga,” katanya.
Baca Juga : Polsek Gunung Putri Gagalkan Judi Sabung Ayam, Polisi Amankan 13 Sepeda Motor dan 11 Ekor Ayam Bangkok
Deolipa mengatakan, kasus tersebut telah membuat dirinya dan sejumlah Ikatan Alumni UI atau Iluni mengeluarkan pernyataan sikap dengan membuat petisi.
“Petisi dari alumni UI sudah banyak, sudah sekira 20-an ribu. Isinya mendesak gelar doktor si menteri Bahlil itu dievaluasi atau dibatalkan,” tuturnya.
Lebih lanjut mantan aktivis 98 UI itu mengatakan, hal ini penting untuk disampaikan karena menyangkut kredibiltas kampus.
Baca Juga : Ratusan Pelajar Ramaikan Perlombaan Dagongan
“Apalagi ini kan ada rektor baru, sama wakil rektor juga baru, mereka harus atensi terhadap persoalan ini,” ujarnya.
Ada beberapa catatan yang menurut Deolipa menjadi perhatian Iluni UI.
“Persoalannya adalah dia mendapatkan status cumlaude, padahal data (disertasi) itu adalah data catatan dari jaringan advokasi tambang,” jelasnya.
Deolipa mendesak agar UI lebih jeli dalam menyikapi persoalan ini.
Kemudian, gelar doktor cumlaude ini seharusnya sempurna. Nilai IPK-nya paling tidak 3,9 sampai 4.
“Nah, doktor cumlaude ini juga harusnya sempurna, tapi kemudian ternyata data-data yang dipakai dalam disertasinya adalah data yang tidak akurat atau malah data yang hasilnya dari mencolong punya orang lain,” bebernya.
Deolipa mengatakan, hal itu sudah dikomplain oleh pihak Jatam selaku pemilik data.
“Nah ini cumlaude nya kemana sekarang? Berarti kan tidak sempurna, berarti cumlaude-nya harus hilang,” tuturnya.
“Tapi ini kan mempermalukan UI sebenarnya. Kenapa? Karena gelar doktor yang disetujui oleh UI adalah doktor cumlaude, direvisi menjadi doktor biasa, nah ini berarti ada suatu kesalahan yang dibuat oleh UI. Nah ini kita minta supaya Rektor UI ini kemudian harus mengantisipasi ini,” sambungnya.
“Jadi nanti kita akan minta supaya rektor ini terbuka, wali amanat UI juga harus terbuka, apa sih hasil mereka melakukan penilaian dan investigasi terhadap gelar doktornya,” timpal dia lagi.