Rekam24.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui salah satu komisionernya, Veryanto Sitohang, menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya kasus pembunuhan terhadap perempuan yang kerap kali diabaikan oleh aparat penegak hukum.
Menurutnya, banyak kasus pembunuhan perempuan yang seharusnya dianggap sebagai puncak dari rangkaian kekerasan berbasis gender, namun sering dianggap sebagai kriminal biasa.
“Kasus pembunuhan terhadap perempuan harus dipahami bukan hanya sebagai tindak kriminal biasa. Pembunuhan ini adalah puncak dari kekerasan yang terus terjadi, dan seringkali dimulai dengan kekerasan fisik atau psikologis yang berlangsung dalam rumah tangga atau hubungan yang tidak sehat,” ujar Veryanto.
Baca Juga : Remaja 15 Tahun Tewas Diserang Sekelompok Orang Tak Dikenal di Pamijahan
Veryanto menegaskan bahwa aparat penegak hukum di Indonesia belum sepenuhnya mengenali pola kekerasan yang terjadi pada perempuan.
Keberpihakan mereka terhadap korban pun dirasa belum optimal. Banyak kasus pembunuhan terhadap perempuan yang tidak dipandang sebagai kejahatan luar biasa, padahal kasus semacam ini memerlukan penanganan yang lebih serius dan komprehensif.
Veryanto mengatakan, penting untuk memahami bahwa Femisida istilah untuk pembunuhan terhadap perempuan bukanlah kejahatan biasa.
Baca Juga : Pj Bupati Bogor Teteskan Air Mata Saat Menyaksikan Anak Istimewa Nyanyikan Lagu Singkong dan Keju
“Ini adalah kejahatan luar biasa yang seharusnya mendapatkan penanganan khusus. Pelaku biasanya menggunakan modus tertentu yang tidak hanya mengarah pada pembunuhan, tetapi juga merupakan bagian dari siklus kekerasan terhadap perempuan.”
Komnas Perempuan menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat, pemerintah, dan aparat penegak hukum mengenai isu kekerasan berbasis gender ini.
Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Femisida dan ciri-cirinya, agar masyarakat dapat lebih peka terhadap bentuk-bentuk kekerasan yang sering kali tidak tampak jelas.
Baca Juga : Musda KNPI Kota Bogor Langgar AD/ART, Ketua dan Sekretaris DPD KNPI Kota Bogor Sepakat Ajukan Petisi
“Kesadaran akan apa itu Femisida harus dimulai dari pengenalan yang lebih luas. Pemerintah dan aparat hukum juga harus lebih serius dalam mengidentifikasi dan menangani kasus-kasus semacam ini. Kita harus mengenali tanda-tanda kekerasan terhadap perempuan lebih awal dan mencegah terjadinya eskalasi yang berujung pada pembunuhan,” kata Veryanto.
Selain itu, Veryanto juga mengingatkan agar aparat penegak hukum memanfaatkan peraturan-peraturan yang sudah ada, seperti Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang sudah mencakup pengaturan terkait kekerasan terhadap perempuan. Ia juga berharap adanya penguatan regulasi terkait pesticida untuk memberikan perlindungan maksimal kepada perempuan.
“Meski belum ada peraturan yang secara spesifik mengatur tentang Femisida, kita bisa menggunakan regulasi yang ada, seperti PKDRT, untuk menangani kasus-kasus kekerasan ini. Setiap kekerasan terhadap perempuan dimulai dengan tindakan kekerasan fisik atau psikologis, yang seharusnya menjadi perhatian utama aparat penegak hukum,” lanjut Veryanto.
Ia juga mengungkapkan pentingnya perlindungan terhadap keluarga korban, yang sering kali menjadi sasaran balas dendam dari pelaku kekerasan. Komnas Perempuan mengajak pemerintah dan aparat hukum untuk memastikan perlindungan yang efektif bagi keluarga korban agar mereka tidak menjadi korban lanjutan dari pelaku kekerasan.
“Kasus Femisida seringkali melibatkan ancaman terhadap keluarga korban. Oleh karena itu, selain menangani pelaku, kita juga harus melindungi keluarga korban dari potensi balas dendam,” tambahnya.
Veryanto berharap agar kesadaran yang lebih besar tentang pentingnya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dapat terwujud, baik di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Jika penanganan kasus ini terus dianggap remeh dan minim perhatian, maka pelaku kekerasan akan merasa lebih bebas untuk melakukannya kembali, dan hal ini akan semakin memperburuk kondisi perempuan di Indonesia.
“Jika kasus-kasus ini dianggap remeh, maka tidak akan ada efek jera bagi pelaku, dan ini justru akan meningkatkan risiko terjadinya kekerasan lebih lanjut. Ini adalah masalah serius yang harus diselesaikan dengan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan,” tutup Veryanto.