Rekam24.com, Bogor – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor berkomitmen meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat, khususnya melalui perluasan program Kejar Paket mulai tahun 2026.
Langkah ini diambil menyusul data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 3 November 2025, yang menyebutkan rata-rata lama sekolah masyarakat Kabupaten Bogor baru mencapai 8,75 tahun. Artinya, warga Bogor rata-rata hanya menempuh pendidikan hingga setara kelas IX atau jenjang SMP.
Bupati Bogor, Rudy Susmanto, menjelaskan bahwa masih banyak anak di sejumlah wilayah Kabupaten Bogor yang berhenti sekolah setelah lulus SD, bahkan tidak sedikit lulusan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat menjadi salah satu faktor yang menghambat keberlanjutan pendidikan formal.
Baca Juga : ASN Pemkot Bogor Tak Lagi Gunakan Local Pride Di Hari Selasa, Penggunaan Pakaian Dinas Ikut Aturan Mendagri
“Hari ini anak-anak mungkin masih ikut keluarga bertani atau bekerja mengikuti tradisi lokal, bahkan ada yang ikut ke tambang. Namun saat mereka berusia 25 atau 30 tahun, ketika sektor itu sudah tidak produktif lagi, mereka tidak memiliki daya saing,” ujar Rudy.
Ia menegaskan bahwa tantangan utama bukan hanya pada minimnya keterampilan, namun tidak adanya “tiket” berupa ijazah yang menjadi syarat dasar dalam dunia kerja modern. Contohnya, meskipun sudah berkeluarga dan berniat bekerja di pabrik, standar minimal lulusan saat ini adalah SMA, sementara banyak warga tidak memiliki ijazah tersebut.
“Makanya kita kejar semua anak-anak harus memiliki ijazah. Pendidikan ini bukan hanya soal ilmu, tapi lembar legitimasi bahwa mereka telah menempuh pendidikan formal,” tambahnya.
Baca Juga : Rata-rata Lama Pendidikan Di Kabupaten Bogor Tidak Lanjutkan ke Tingkat SMA
Pemkab Bogor juga menggandeng pondok pesantren salafi yang tersebar di berbagai wilayah. Meski ponpes tersebut fokus pada pendidikan agama dan umumnya gratis, program kolaborasi ini akan memastikan santri tetap dapat mengikuti pendidikan formal sehingga memperoleh ijazah yang diakui secara akademis.
“Walaupun kami tidak masuk ke ranah agamanya, tugas kami adalah memberikan pemahaman bahwa anak-anak ini akan menjadi generasi penerus. Mereka harus punya bekal, minimal satu lembar ijazah untuk masuk ke dunia kerja atau melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi,” tutup Rudy.










