Rekam24.com, Bogor – Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq, turun langsung meninjau lokasi longsor yang memakan dua orang korban di salah satu vila di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Senin 07 Juli 2025.
Tak hanya meninjau, Menteri Hanif menyatakan sikap keras, bahkan menyebut akan menyeret para pelaku ke meja hijau dengan ancaman hukuman berat!
“Ini cek lokasi pertama, sesuai laporan dari Polres Bogor. Di sini ada korban jiwa! Harusnya bangunan seperti ini tidak diizinkan, jelas-jelas melanggar,” tegas Hanif.
Baca Juga : Komitmen Pemerintah untuk Lingkungan: Hanif Faisol Dukung Pembangunan IPAL Komunal di Sentra Tahu Jombang
Dengan nada tinggi, Hanif menyebut kasus ini bukan sekadar bencana, melainkan kejahatan lingkungan.
Ia memastikan bakal menjerat pemilik vila dengan Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengancam pelaku dengan penjara 3-10 tahun dan denda Rp3-10 miliar.
“Sudah ada korban jiwa! Tidak ada ampun! Ini akan kami proses hukum secepatnya,” tegasnya.
Baca Juga : Langkah Tegas Atasi Food Waste: Menteri Hanif Wajibkan Hotel dan Restoran Kelola Sampah Sendiri
Hanif mengakui, proses hukum lingkungan memang memakan waktu karena butuh hasil laboratorium terkait kondisi tanah dan air, serta simulasi dari para ahli.
Namun, ia telah memerintahkan Camat dan Lurah setempat untuk menyegel lokasi dan menghentikan segala aktivitas.
Tak berhenti di situ, Hanif juga membongkar persoalan yang lebih besar: perubahan tata ruang Jawa Barat yang diduga jadi akar dari bencana-bencana ini.
Baca Juga : Hanif Faisol Minta Laboratorium Kementerian LH/BPLH Harus Terintegrasi Dan Tersebar
“Dua-tiga bulan lalu kami sudah surati Gubernur Jawa Barat agar segera merevisi tata ruang. Ini bukan main-main! Tahun 2010, Jawa Barat masih punya 1,6 juta hektare kawasan lindung. Sekarang, tahun 2022, 1,2 juta hektare-nya tiba-tiba berubah jadi kawasan non-lindung! Korbannya sudah banyak!” ungkapnya lantang.
Ia menyebut, sejak perubahan tata ruang itu disahkan, korban jiwa terus berjatuhan. Sebelumnya di Sukabumi, kini di Bogor, semua di kawasan rawan bencana yang seharusnya dilindungi.
“Saya tidak akan toleransi! Kami akan selidiki ada apa di balik perubahan tata ruang itu. Apakah ini murni keteledoran atau ada kepentingan bisnis? Kalau ada pelanggaran, semua yang terlibat akan kami usut, termasuk yang di Pemprov Jabar!” ancamnya.
Hanif bahkan mengaku akan menekan habis-habisan semua pihak, mulai dari Gubernur, Bupati, Camat, hingga Lurah.
“Ini bukan cuma soal vila ini saja. Di kawasan Puncak saja, kami sudah minta 9 izin lingkungan dicabut, baru 3 yang dicabut, sisanya lamban. Saya beri waktu satu minggu, kalau tidak, KLH yang turun langsung untuk pembongkaran!” ujarnya keras.
Hanif menegaskan, tidak ada kompromi untuk kasus ini. Pihaknya akan menyegel, menyidik, dan memproses hukum pidana pemilik vila. Sementara vila-vila lain di Puncak juga akan diperiksa soal izin lingkungannya.
“7500 hektare kawasan Puncak ini harus direhabilitasi! Sudah terlalu rusak, terlalu banyak korban! Tidak ada negosiasi, saya tekan semua pihak untuk taat hukum lingkungan. Ini perintah!” tandasnya.
Terakhir, Hanif memastikan, pemilik vila yang menyebabkan longsor maut kali ini akan diproses hukum hingga tuntas.
“Untuk kasus ini, pelakunya jelas pribadi, pemilik vila. Kita tarik ke proses hukum, dan vila akan jadi barang bukti di persidangan nanti. Bila perlu, kita segel permanen,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Menteri Lingkungan Hidup ran Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI, Hanif Faisol Nurofiq melanjutkan peninjauan ke lokasi longsor yang berada di kawasan Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Dimana di kawasan tersebut, satu santri meninggal dunia tertimpa longsoran saat hujan deras yang terjadi pada 05 Juli 2025