Rekam24.com, Bogor – Potret sebuah perkampungan di balik tembok Tol Jagorawi Kota Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Timur, menggambarkan kondisi padat penduduk didaerah pinggiran kota.
Kampung yang kini dikenal dengan aebutan Kampung Mongol memiliki sejarah unik.
Ketua RW setempat, Saepahroji (Aji), mengisahkan bahwa dari apa yang Ia tau berdasarkan cerita dan literasi pada tahun 1970-an, area yang kini menjadi Stasiun Kota Bogor dipenuhi gerbong kereta terbengkalai yang dihuni oleh para gelandangan.

Pemerintah kemudian merelokasi mereka ke wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kampung Mongol.
Nama “Mongol” sendiri muncul sekitar 15 tahun lalu ketika sekelompok relawan yang membagikan makanan saat “sahur on the road” terkejut melihat banyaknya warga yang membutuhkan bantuan, hingga menyebut warga seperti “orang Mongolia, kecil-kecil tapi berani.”
Mayoritas penduduk Kampung Mongol bekerja serabutan, mulai dari pemulung, pengemis, pengamen, hingga manusia silver.
Kondisi ekonomi yang sulit ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk tingginya angka perceraian.
Perubahan signifikan mulai dirasakan warga Kampung Mongol sejak masa kepemimpinan Wali Kota Bima Arya.
“Ada kinjungan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, juga membawa perhatian lebih terhadap kondisi kampung ini,” katanya, Selasa (18/2/2025).
Peristiwa kebakaran pada tahun 2005 yang menghanguskan sekitar 300 rumah menjadi titik balik.
Bantuan dari pemerintah dan relawan membantu membangun kembali rumah warga dengan material yang lebih layak.
“Dimasa Bima Arya ini kemudian dari segi pendidikan, terjadi peningkatan drastis. Dulu, hanya 20% anak yang bersekolah formal, sementara sisanya menjadi anak jalanan. Kini, 80 persen anak telah mendapatkan akses pendidikan formal,” ujarnya.
Kontribusi besar juga datang dari sepasang filantropis asal Amerika Serikat dan Kanada, Bryan Chaney dan istrinya, yang selama 15 tahun mengajarkan matematika, bahasa Inggris, dan literasi dasar kepada anak-anak di Kampung Mongol.
Meskipun banyak perubahan positif, tantangan masih ada.
Pak Aji berharap pemerintah terus mendukung, terutama dalam program “bedah kampung” yang fokus pada peningkatan sanitasi lingkungan.
Rep : Echa Nur