Rekam24.com, Bogor – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas IIA Bogor bersama Pemerintah Kota Bogor menggelar kegiatan aksi nasional dengan bebersih di Alun-Alun Kota Bogor sebagai bagian dari sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Kegiatan ini sekaligus menjadi upaya memperkenalkan penerapan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) untuk tindak pidana ringan.
Kepala Bapas Kelas IIA Bogor, Murbandini, menyampaikan apresiasi atas dukungan penuh dari Pemerintah Kota Bogor dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Baca Juga : KPU Kota Bogor Tetapkan 5 Paslon untuk Pilkada 2024
Ia berharap, kegiatan serupa bisa dilaksanakan secara rutin hingga saat pemberlakuan UU KUHP baru tersebut.
“Kami berterima kasih kepada Wali Kota Bogor yang telah hadir pada acara siang hari ini. Semoga aksi nasional ini ke depannya bisa maju dan diadakan setiap bulan. Harapannya tentu berkesinambungan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan terkait kemungkinan adanya revisi atas undang-undang tersebut, Murbandini menjelaskan bahwa fokus utama saat ini adalah pada persiapan peluncuran resmi UU tersebut.
“Terkait UU ini, ke depan Undang-Undang ini akan resmi mulai diberlakukan pada 2 Januari 2026, khususnya untuk pengaturan tindak pidana dalam bentuk pengawasan,” tambahnya.
Baca Juga : Jenal Mutaqin Ultimatum DJKA Jawa Barat Soal Jalan Batu Tulis : Percepatan Perbaikan
Kepala Subsi Bimbingan Klien Dewasa (BKD) Bapas Kelas IIA Bogor, Firmansyah, menjelaskan bahwa kegiatan ini ditujukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait perubahan pendekatan dalam penanganan tindak pidana ringan.
“Kegiatan ini adalah bagian dari sosialisasi kepada masyarakat bahwa mulai Januari 2026, untuk tindak pidana ringan tidak lagi selalu melalui proses pemenjaraan, tetapi menggunakan pendekatan restorative justice. Selama ini restorative justice dikenal untuk klien anak, namun nanti akan berlaku juga bagi orang dewasa,” jelasnya.
Firmansyah menyebutkan bahwa bentuk pidana alternatif yang dimaksud bisa berupa kerja sosial, seperti membersihkan fasilitas layanan publik. Karena itu, pihaknya menggandeng Pemerintah Kota Bogor untuk menyiapkan lokasi dan fasilitas pendukung.
Baca Juga : Jenal Mutaqin Pastikan Siswa Keracunan MBG Dapat Penanganan
“Kami berkolaborasi dengan Pemkot, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Perumda, untuk menentukan tempat-tempat yang dapat digunakan sebagai bagian dari pembimbingan masyarakat dalam pendampingan terhadap klien dewasa,“ imbuhnya.
Adapun tindak pidana ringan yang dimaksud mencakup, antara lain, kasus pencurian ringan, kecelakaan lalu lintas tanpa korban jiwa, atau kerugian materiil di bawah ambang batas tertentu. Kasus-kasus tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan melalui mekanisme pidana alternatif.
Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin, menilai pendekatan ini sebagai bentuk respons positif terhadap kebutuhan pembaruan sistem hukum pidana. Ia menyinggung bahwa Kota Bogor telah memiliki landasan serupa melalui perda restorative justice yang kini dikembangkan menjadi Bale Badami.
“Saya lihat ini sebagai respon balik. Dulu waktu saya masih di DPRD, kita membuat perda restorative justice yang kemudian dikembangkan menjadi Bale Badami sebagai ruang mediasi antara korban dan pelaku. Arahnya memang ke sana, menyelesaikan pidana di luar proses pengadilan,” ujarnya.
Menurut Jenal, kebijakan ini lebih menekankan pada pemulihan sosial daripada penghukuman semata.
“Dari kacamata saya, ini lebih kepada pemulihan sosial, agar mantan narapidana atau pelaku kejahatan ringan bisa kembali ke masyarakat melalui kegiatan sosial. Ini menjadi treatment sosial yang lebih membangun,” pungkasnya.