Rekam24.com, Bogor – Pimpinan Pondok Pesantren Al Adzkar yang berlokasi di Jl. Pondok Bitung Gang ACE, RT 001/RW 001, Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, resmi dilaporkan ke polisi oleh para santri atas dugaan tindak asusila terhadap dua korban berinisial AD dan AS.
Meski sempat dilakukan audiensi antara kedua belah pihak dan adanya permohonan perlindungan dari korban, proses hukum tetap ditempuh.
Tim Advokasi Santri sebelumnya telah mengajukan permohonan perlindungan ke sejumlah lembaga, termasuk Komnas Perempuan di Jakarta.
Baca Juga : Polisi Tangkap Pimpinan dan Pengurus Ponpes di Bogor, Diduga Telah Lakukan Pencabulan
“Kami juga mengajukan permohonan perlindungan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Wanoja Mitandang Kabupaten Bogor, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” ujar Saykhan dari Tim Advokasi Santri, Jumat, 13 Juni 2025.
Menurut Saykhan, korban mengalami gangguan psikologis akibat tindakan yang dilakukan terhadap para santri perempuan, baik yang masih di bawah umur maupun yang sudah dewasa.
“Modus yang digunakan pelaku adalah dengan memanfaatkan kedudukannya sebagai tokoh agama, melalui bujuk rayu, tekanan psikologis, hingga memanfaatkan relasi kuasa,” katanya.
Baca Juga : Seorang Paman di Kota Bogor Diduga Cabuli Dua Keponakan Yatim Piatu Selama Bertahun-tahun
Ia menjelaskan, pelaku diduga melakukan praktik victim grooming, yaitu membangun hubungan dan memenuhi kebutuhan korban untuk kemudian dimanfaatkan sebagai sasaran kekerasan seksual.
“Hal ini membuat korban merasa memiliki hutang budi, sehingga takut untuk melaporkan,” jelasnya.
Hingga saat ini, sudah ada empat orang korban yang secara resmi melapor ke Tim Advokasi Santri.
“Kami menerima pengaduan dari korban yang menyampaikan keluhannya atas apa yang telah mereka alami,” lanjutnya.
Untuk menjangkau korban lainnya, Tim Advokasi Santri akan membuka pos pengaduan khusus.
Pos ini diharapkan menjadi ruang aman bagi santri dan keluarga yang terdampak untuk menyampaikan aduan secara langsung, dengan jaminan kerahasiaan serta pendampingan hukum.
“Kami mengajak para santri yang mengalami kejadian serupa agar tidak menutup mata terhadap kasus kekerasan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan berbasis keagamaan. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Korban berhak mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang layak,” pungkasnya.