Rekam24.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
MK menyatakan bahwa Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan konstitusi.
Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat.
Menurut dia, semua pihak termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun.
Yusril menegaskan bahwa pemerintah menyadari permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir dikabulkan.
“Apa pun pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” katanya, Jumat (3/1/2025).
Baca Juga : Alun-alun Kota Bogor Jadi ‘Terminal Bayangan’ Angkot Diparkir Tanpa Sopir
Ia menyebut, bila MK berwenang menguji norma Undang-undang dan berwenang menyatakan bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kata dia, usai terdapat tiga putusan MK nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden, pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029.
Lebih lanjut, sambung Yusril, apabila diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam undang undang Pemilu akibat penghapusan presidential threshold. Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR.
“KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan,” tandasnya.